Iman merupakan asas yang menentukan ragam kepribadian manusia. Selama
ini orang memahami bahwa iman artinya kepercayaan atau sikap batin,
yaitu mempercayai adanya Allah, Malaikat, Rasul, Kitab, Hari Akhir
(kiamat), Takdir baik dan buruk. Pengertian tersebut jika digandengkan
dengan hadits Nabi yaitu aqdun bil qalbi wa ikraarun bil lisaani wa
amalun bil arkani maka pengertiannya akan lebih operasional. Jika
didefinisikan bahwa iman adalah kepribadian yang mencerminkan suatu
keterpaduan antara kalbu, ucapan dan perilaku menurut ketentuan Allah,
yang disampaikan oleh Malaikat kepada Nabi Muhammad. Ketentuan Allah
tersebut dibukukan dalam bentuk Kitab yaitu kumpulan wahyu, yang
dikonkretkan dalam Al-qur'an guna mencapai tujuan yang hakiki yaitu
bahagia dalam hidup, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Isi kitab
tersebut adalah ketentuan tentang nilai-nilai kehidupan yang baik dan
yang buruk berdasarkan parameter dari Allah.
Ada tiga aspek iman yaitu pengetahuan, kemauan dan kemampuan. Orang yang
beriman kepada Allah adalah yang memiliki pengetahuan, kemauan dan
kemampuan untuk hidup dengan ajaran Al-quran seperti yang dicontohkan
oleh Rasulullah. Oleh karena itu, prasyarat untuk mencapai iman adalah
memahami kandungan Al-qur'an. Dengan demikian strategi untuk
menumbuhkembangkan keimanan kepada Allah adalah menumbuhkembangkan
kegiatan, belajar dan mengajar Al-quran secara akademik. Tujuan belajar
dan mengajar adalah bukan sekedar mampu membunyikan hurufnya, melainkan
sampai memahami makna yang terkandung di dalamnya.
Kuat lemahnya iman seseorang sangat tergantung pada penguasaannya
terhadap Al-qur'an. Kekeliruan dan kedangkalan dalam memahami makna
Al-qur'an merupakan faktor yang membuat dangkal atau keliru dalam
beriman. Untuk itu belajar dan mengajar Al-qur'an harus dilakukan secara
terjadwal dan berkelanjutan. Belajar Al-qur'an tidak hanya di waktu
kecil, namun harus berkelanjutan sampai ajal tiba.
Konsep tentang Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut pemikiran manusia,
berbeda dengan konsep Ketuhanan Yang Maha Esa menurut ajaran Islam.
Konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia baik deisme, panteisme,
maupun eklektisme, tidak memberikan tempat bagi ajaran Allah dalam
kehidupan, dalam arti ajaran Allah tidak fungsional. Paham panteisme
meyakini Tuhan berperan, namun yang berperan adalah Zat-Nya, bukan
ajaran-Nya. Sedangkan konsep ketuhanan dalam Islam justru intinya adalah
konsep ketuhanan secara fungsional. Maksudnya, fokus dari konsep
ketuhanan dalam Islam adalah bagaimana memerankan ajaran Allah dalam
memanfaatkan ciptaan-Nya.
Segala yang ada di alam semesta ini diciptakan oleh Yang Maha Pencipta
(Khalik). Manusia yang diberi akal, ketika memperhatikan gejala dan
fenomena alam akan mengambil kesimpulan bahwa alam yang menakjubkan ini
tentulah diciptakan oleh Yang Maha Agung. Akal yang logis juga memahami
bahwa yang dicipta tidak sama dengan Pencipta.
Makhluk, kecuali ada yang nyata dapat diketahui dengan pancaindra, ada
pula yang immateri dan tidak dapat dijangkau oleh indera manusia.
Keyakinan akan adanya makhluk ghaib itu, akan dapat menyampaikan kepada
keimanan, juga terhadap Yang Maha Ghaib, yaitu Khalik Pencipta alam
semesta ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar